logo blog

Kebun Binatang, Antara Program Konservasi dan Ladang Bisnis

Kebun Binatang, Antara Program Konservasi dan Ladang Bisnis


Si Beruang Madu yang kurus dan kelaparan menjadi terkenal setelah viral di sosial media. Bahkan ada video yang memperlihatkan beberapa ekor Beruang Madu di dalam kandang sedang mengemis makanan dari pengunjung sebuah kebun binatang di Bandung. Bahkan dalam video tersebut terlihat sang Beruang memakan kotorannya sendiri. Pemandangan yang miris ini membuat kita berpikir dan merenung, sedemikian kejamnya manusia terhadap sesama mahkluk yang memiliki hak yang sama untuk hidup di bumi ini.

Dan kasus-kasus seperti ini terus dan kembali terulang, seolah sudah menjadi tradisi yang dipelihara. Masih jelas teringat bagaimana kasus matinya Sang Raja Rimba di Kebun Binatang Surabaya. Setelah sekian lama mengalami kelaparan dan kurangnya perawatan terhadap satwa yang dilindungi itu. Terulangnya kasus seperti ini juga menunjukkan ketiadaan pengawasan dari Kementerian Lingkungan Hidup.

Apalagi menurut pengakuan Kang Ridwan Kamil selaku Walikota Kota Bandung bahwa setahun lalu mereka telah melayangkan surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup agar memperhatikan kondisi satwa di Kebun Binatang Bandung tersebut. Walikota Bandung mengaku mereka melayangkan surat tersebut karena mereka tidak dapat berbuat apa-apa karena itu adalah ruang lingkup kerja Kementerian Lingkungan Hidup.

Seharusnya ini dapat menjadi momentum yang baik bagi Kementerian Lingkungan Hidup agar memperbaharui peraturan dan perizinan kebun binatang di seluruh Indonesia, melakukan pengawasan terhadap seluruh kebun binatang di seluruh Indonesia sehingga kasus-kasus seperti ini tidak berulang lagi.

Kebun Binatang Sebagai Tempat Konservasi

Pertumbuhan populasi manusia pada abad 21, yaitu setelah berakhirnya perang dunia kedua hingga memasuki era milenium mengalami peningkatan yang signifikan. Pada tahun 1950, jumlah penduduk dunia hanya berjumlah 2,5 milar dan pada tahun 2010 telah mencapai 7 miliar. Dalam 60 tahun telah meningkat lebih dari dua kali lipat.

Akibatnya terjadi pembukaan lahan yang baru untuk memenuhi kebutuhan umat manusia. Ditambah lagi adanya pembalakan-pembalakan liar yang tidak terkontrol atau karena adanya kongkalikong antara pemilik modal dan penguasa, mengakibatkan semakin berkurangnya habitat sebagai tempat hidup binatang liar. Timbullah konflik antara binatang liar itu dengan manusia. Dan yang pasti, binatang liar tersebut tidak akan mampu bertahan melawan manusia yang mengakibatkan populasi mereka yang terus menurun hingga berada di ambang batas kepunahan.

Kebun binatang adalah salah satu cara untuk menyelamatkan satwa-satwa yang hampir punah itu. Kesadaran akan pentingnya konservasi ini adalah salah satu ciri kebun binatang yang baik. Artinya dengan adanya program-program pengembangbiakan satwa penghuni kebun binatang maka tujuan konservasi menjadi nyata dan tercapai. Hingga akhirnya untuk mengisi, mengganti dan menambah koleksi binatang baru tidak perlu menangkap dari alam liar lagi.

Disinilah pentingnya kerja sama antar kebun binatang. Misalnya kebun binatang A hanya memiliki Harimau betina sedangkan kebun binatang B hanya memiliki Harimau jantan. Dengan kerja sama kebun binatang A dan B, ada kemungkinan untuk melakukan pengembangbiakan Harimau.

Kebun binatang sebagai salah satu tempat konservasi masih kurang dipahami oleh sebagian besar pemilik kebun binatang di Indonesia. Mengapa?

Kebun Binatang Sebagai Ladang Bisnis

Tak bisa dipungkiri, kebun binatang sebagai ladang bisnis adalah tujuan sebagian besar para pemiliknya. Berharap keuntungan dari tiket masuk para pengunjung yang ingin melihat-lihat satwa yang sulit ditemukan di alam bebas. Berharap ada dana yang masuk dari para donatur bahwa dari pemerintah.

Bahkan beberapa kebun binatang melakukan pertunjukan seperti pada taman sirkus. Menunjukkan kebolehan satwa yang telah dilatik. Pertunjukan gajah, beruang hingga burung terlatih. Bahkan pertunjukan pemberian makan buaya, harimau dan binatang buas lainnya menjadi ajang pertunjukan yang diminati para pengunjung. Sebagian kebun binatang ada juga yang mengajak para pengunjung untuk menunggangi kuda, unta, gajah atau satwa lainnya sebagai daya tarik. Semuanya dilakukan oleh pihak kebun binatang agar menarik minat pengunjung.

Hal-hal semacam itu memang diperbolehkan dan suatu kewajaran karena memang kebun binatang memerlukan dana untuk biaya operasionalnya. Namun, hal yang sering dilupakan adalah kondisi koleksi satwa di dalam kebun binatang itu. Membisniskan kebun binatang adalah sebuah kewajaran, namun menjadikannya sebagai ladang bisnis adalah sebuah kemustahilan.


Sebagai penutup, perlu kita pahami bahwa bukan hanya manusia yang berhak hidup di bumi ini, juga mahkluk hidup lainnya memiliki hak yang sama. Jadi, hentikan penyiksaan terhadap binatang. Kalau tidak sanggup memelihara dengan baik, lebih baik lepas liarkan ke alam bebas.

Share this:

Tidak ada komentar