logo blog

Spanduk Si Kuning Yang Terlalu Vulgar dan Mahalnya Tarif Si Merah

Spanduk Si Kuning Yang Terlalu Vulgar dan Mahalnya Tarif Si Merah

spanduk indosat

Baru-baru ini ada sebuah spanduk Si Kuning Indosat yang merupakan sebuah parodi iklan. Dalam sebuah spanduk, Si Kuning ingin menunjukkan kehebatannya dalam hal tarif yang lebih murah dari yang lain. Ini merupakan sebuah branding untuk menggaet para pengguna di Indonesia.

Menjadi sebuah kewajaran dalam dunia bisnis untuk menonjolkan kelebihannya. Persaingan adalah salah satu hal yang lumrah dalam dunia bisnis. Sepertinya Si Kuning ingin memulai perang tarif sama seperti dahulu.

Namun dalam sebuah persaingan seharusnya ada etika-etika tertentu yang harus dipatuhi. Dalam kasus spanduk, Si Kuning telah melewati batas kewajaran. Sudah sepantasnya Si Kuning tidak melakukannya secara vulgar yaitu dengan menyebut nama Si Merah Telkomsel dalam spanduk.

Namum bagi sebagian orang, spanduk Si Kuning adalah sebuah fakta dan menjadi ungkapan hati yang tak terungkapkan. Terima kasih Si Kuning.

BUMN Sebagai Implementasi Pasal 33 UUD '45

Dalam konstitusi Indonesia, UUD '45, dinyatakan bahwa sumber daya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan itu maka dibangunlah sebuah badan usaha milik negara, yang sering disingkat dengan BUMN. Dan inilah yang menjadi dasar dan filosofi BUMN.

Walau dalam sebuah bisnis, keuntungan adalah hal yang harua dicapai. Bila tidak ada untung maka itu bukanlah bisnis. Bukan begitu? 

Nah, disinilah yang harusnya menjadi pembeda antara Si Merah Telkomsel dengan perusahaan telekomunikasi lainnya seperti Si Kuning. Seharuanya Si Merah tak semena-mena memberikan tarif yang selangit tingginya. Karena filosofi BUMN adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ya, mbok jangan jadi jumawa dan sombong karena anda bukanlah perusahaan swasta.

Jaringan Yang Luas

Jaringan Si Merah adalah yang terluas dari seluruh operator telekomunikasi di Indonesia. Dan ini yang digunakan oleh Si Merah untuk menyombongkan diri. Di daerah-daerah terpencil dan jauh dari kota, Si Merah sudah seperti VOC-nya Belanda yang menjadi semena-mena dalam menentukan tarif karena jaringan seluler menjadi monopolinya.

Sedangkan bagi perusahaan swasta, membangun jaringan di daerah terpencil menjadi sebuah kemustahilan. Karena mereka harus menghitung cost untuk membangun pemancar dan jumlah penduduk di daerah itu. Karena bagi perusahaan swasta, keuntungan adalah hal yang paling utama.

Sedangkan bagi BUMN, untuk membangun pemancar di daerah-daerah terpencil mudah untuk dilakukan. Karena bagi mereka pemerintah bisa turun tangan untuk menyuntikkan dana.

Jadi dalam kasus spanduk ini, memang Si Kuning salah karena mencantumkan nama Si Merah dan mereka memang layak di tegur. Namun, pemerintah juga seharusnya mengevaluasi tarif yang tinggi yang diberikan oleh Si Merah. Jangan karena BUMN dan Menteri Kominfo adalah mantan petinggi Si Merah, pemerintah tutup mata.

Tapi ngomong-ngomong, apakah Si Merah masih termasuk BUMN? Berapa persenkah saham pemerintah dan berapa persen saham Singapore Telecom (Singtel) di situ?

sumber foto:arelania.com

Share this:

Tidak ada komentar